Saya sudah beberapa kali berkunjung ke Kuching tapi belum pernah menginjakkan kaki ke Bako National Park. Sebelum kami berangkat ke Kuching, kami diberikan pilihan antara trekking ke Bako National Park atau melihat orang utan di Semenggoh Wildlife Centre. Karena saya sudah pernah ke Semenggoh, maka saya pilih Bako National Park. Hasil voting teman-teman blogger akhirnya memilih Bako National Park, yay!
Pagi itu kami sarapan di hotel dan bersiap-siap untuk bertualang di Bako National Park. Perjalanan dari hotel menuju ke Kampong Bako sekitar 45 menit. Cukup jauh ya dari pusat kota. Setibanya di Kampong Bako, kami menunggu perahu yang akan membawa kita ke Bako National Park. Walaupun sungai tampaknya tenang, jangan coba-coba untuk memasukkan tangan karena banyak buaya, hiiiiiii.....
Perahu dari Kampong Bako segera membawa kami ke ke Bako National Park dan kurang lebih 20 menit kemudian kami pun tiba. Di perjalanan kami juga dapat melihat gunung Santubong walaupun tertutup awan karena cuaca agak mendung pagi itu.
Ketika kami tiba di Bako National Park, ombak tidak terlalu tinggi sehingga perahu tidak bisa merapat ke dermaga. Alhasil kami mencopot sendal/sepatu lalu lompat dari perahu dan berjalan ke pinggir pantai, macem film Pirates of the Caribbean gitu deh.
Auntie Anna mengajak kami untuk sejenak ke bebatuan besar yang ada di pinggir pantai. Batu-batu besar di sini terbentuk sejak jutaan tahun yang lalu oleh cuaca, air laut dan angin sehingga membentuk lapisan-lapisan yang warnanya sangat cantik. Saya jadi inget kek lapis khas Sarawak. Apa jangan-jangan inspirasinya dari bebatuan di Bako?
Daaaan, tentu saja kami tidak melewatkan objek yang cantik untuk berfoto dong. Kami persembahkan girlband Cha Cha Girls hahahaha....
Puas berfoto di bebatuan, kami pun menuju ke kantor Bako National Park untuk melaporkan diri. Peraturan mewajibkan setiap pengunjung yang datang dan pergi dari Bako National Park untuk melapor. Hal ini berkaitan dengan keselamatan pengunjung karena di Bako National Park ini terdapat satwa-satwa liar. Belum masuk ke rute trekking pun, kami sudah bertemu dengan beberapa monyet ekor panjang di sekitar kantor pengelola. Walaupun terlihat lucu, monyet-monyet ini tetaplah satwa liar yang selalu siap untuk mencuri makanan dan minuman saat kita lengah.
Setelah lapor, kami pun memulai acara trekking dengan menjumpai seekor ular yang bahasa Inggrisnya bernama wagler pit viper. Ular yang memiliki kulit berwarna hijau dan panjang sekitar 1,5 meter ini sangatlah cantik dan menggoda untuk difoto dari dekat. Namun auntie Anna memperingatkan kami untuk tidak mendekat karena ular tersebut berbisa dan sangat berbahaya. Ngga mau kan kena gigit ular gara-gara ngambil foto doang.
Bako National Park terkenal dihuni oleh monyet Bekantan (proboscis monkey) yang hanya dapat kita temui di pulau Kalimantan. Kalau kalian tahu maskot Dufan, nah itu monyet Bekantan. Orang Sarawak menyebut monyet ini dengan istilah "orang Belanda" karena mempunyai rambut pirang yang oranye macem orang bule yang pirang. Hahahaha ada-ada aja ya, dan pagi itu kami sempat berpapasan dengan rombongan turis Belanda. Ada sekitar 275 ekor monyet Bekantan yang hidup berkeliaran di Bako National Park. Kami beruntung dapat melihat seekor monyet Bekantan yang sedang bertengger di atas pohon yang sangat tinggi.
Photo by bang Kevin
Selain monyet bekantan, salah satu bintangnya Bako National Park adalah babi hutan berjanggut. Kami sempat berjumpa dengan seekor babi hutan yang sedang berjalan-jalan, kalau dilihat beratnya mungkin sekitar 100 kg lebih. Saya sempat merekam si babi hutan, nanti bisa dilihat di vlog. Walaupun penampilan si babi ini sangar dengan jenggotnya, tapi mereka kayaknya anteng dan ngga merasa terganggu dengan adanya pengunjung.
Perjalanan kami lanjutkan untuk melihat hutan mangrove alias bakau. Nama Bako sendiri berarti bakau, karena memang dijumpai banyak pohon bakau di sini. Cuaca hari itu tidak cerah, tidak mendung. Kami beruntung karena tidak hujan sehingga dapat mengeksplorasi Bako walaupun hanya beberapa jam saja.
Di Bako National Park ini ada sekitar 18 rute trail. Auntie Anna mengajak kami untuk mengambil rute Telok Paku yang jaraknya sekitar 800 meter dan memakan waktu sekitar 1 jam. Medan yang kami lalui berupa jembatan kayu dan jalan yang naik turun melewati akar-akar pohon besar. Lembabnya udara tidak membuat kami patah semangat untuk terus berjalan. Masa kalah sama auntie Anna yang umurnya 2x lipat dari umur para blogger. Selidik punya selidik, kami kagum auntie Anna kok kuat banget jalan kaki ternyata beliau adalah pensiunan polisi. Ngga heran lah ya kalau doi aktif banget. Ya walaupun ngga segesit kami-kami ini, tapi untuk orang seumuran beliau mah hebat. Nanti kalau saya udah tua, saya juga mau seperti auntie Anna, sehat dan aktif supaya bisa jalan-jalan terus.
Ngga cuma kuat jalan kaki, auntie Anna juga banyak menceritakan mengenai tanaman-tanaman yang ada di Bako National Park, salah satunya tongkat ali. Kalau denger tongkat ali, selintas yang terpikir pasti obat kuat. Hayoooo ngaku! Padahal khasiat tongkat ali juga bagus untuk stamina tubuh.
Kami juga sempat menjumpai sarah lebah kelulut yaitu lebah tidak bersengat yang menghasilkan madu seperti lebah madu.
Sayang sekali waktu kami di Bako National Park tidak lama. Selesai menyusuri rute Telok Paku kami kembali ke kantor pengelola dan menikmati makan siang sambil mengistirahatkan kaki. Saat makan siang saya memperhatikan bahwa sampah di kafetaria dipilah antara botol plastik, sisa makanan dan kaleng minuman. Satu langkah yang baik untuk menjaga kebersihan dan kelestarian Bako National Park. Namun yang sangat disayangkan di sekitar kantor ada pengunjung yang kurang bertanggung jawab atas sampahnya masing-masing. Saya sempat melihat ada beberapa botol plastik berserakan.
Oh iya, di Bako National Park juga terdapat akomodasi bagi pengunjung yang ingin menghabiskan waktu lebih lama di sini dan mencoba rute trail yang lebih ekstrem. Saya sendiri suatu hari ingin kembali lagi ke sini dan menginap. Suasana hutan di malam hari tentunya akan sangat berbeda apalagi ada beberapa satwa yang aktif di malam hari alias nocturnal.
Untuk mencapai Bako National Park dari Kuching caranya sangat mudah. Dari pusat kota Kuching kita bisa naik bus no. 1 ke Kampong Bako, ongkosnya 3,5 ringgit sekali jalan. Bus akan berangkat tiap jam mulai jam 7 pagi hingga 6 sore. Atau kalau mau naik taxi juga bisa, sekitar 45 ringgit sekali jalan. Dari Kampong Bako naik perahu, ongkosnya 20 ringgit per orang untuk sekali jalan. Informasi lebih lanjut bisa dilihat di sini.
Terima kasih untuk bang Kevin dari Sarawak Tourism yang sudah mengajak kami mengeksplorasi Bako National Park. Someday we'll be back!