Tulisan
berikut adalah artikel di Kompas hari Minggu, 23 Mei 2006 yang lalu.
Setiap hari Minggu, gw pasti baca kolom yg ditulis sama Samuel Mulia di
halaman Urban dan ini adalah salah satu artikelnya yg gw suka. Bisa
juga dibaca di sini.
Low Profile
Oleh : Samuel Mulia
Pada sore hari, saya berbincang-bincang dengan bekas tim kerja saya yang kini hijrah ke sebuah biro iklan. Setelah melepas rindu, kami mulai berbicara di luar konteks kerinduan itu. Di luar konteks maksudnya mulai membicarakan kehidupan orang lain.
Seperti biasa, melihat dan membicarakan orang lain memang paling nikmat. Banyak majalah gaya hidup menyediakan halaman-halaman yang mempertontonkan orang di dalamnya. Bahkan dari cerita yang saya dengar, banyak pembaca menggemari people page itu yang melaporkan kegiatan pesta pora manusia-manusia dalam berbagai macam bentuknya.
Bahkan pembelian majalah meningkat gara-gara tampang seseorang muncul di majalah gaya hidup itu dan kemudian memborong beberapa puluh eksemplar untuk dibagi-bagikan kepada teman, saudara, bapak, ibu, nenek, dan untuk diri sendiri. Bayangkan saja kalau yang membeli lebih dari sepuluh. Tujuannya, hanya satu: memberitahukan "Ini lho gue ada di majalah". Gara-gara manusianya berbahagia karena terpampang di majalah, majalahnya juga bahagia karena pemasukan datang. Hidup sungguh adil!
"Low profile" bermobil Porsche
Maka kami berdua mulai membuka pembicaraan. Dimulai dengan membicarakan upah bulanan pekerja di biro iklan, terutama mereka yang jabatannya berembel-embel direktur.
Percakapan itu sampai juga pada upah seorang direktur artistik yang katanya, menerima upah bulanan yang bisa untuk membeli tiga buah Vespa ET4. Kemudian teman saya melanjutkan ceritanya. "Saya juga punya teman yang gajinya sama besarnya, tetapi ia sangat low profile. Tampangnya biasa banget dan cuma lulusan SMA," kata teman saya itu. Saya sempat berpikir memang tampang yang biasa banget dan hanya lulusan SMA berarti low profile? Tetapi, saya diam saja.
Kemudian teman saya masih melanjutkan ceritanya. "Pokoknya orangnya sangat-sangat low profile, tetapi enggak nyangka lho Mas, nyetirnya Porsche." Saya langsung tersedak. Low profile, tetapi mobilnya Porsche? Sangat menarik ceritanya itu.
Pada hari yang sama, waktu makan malam, saya berkumpul lagi dengan enam teman di sebuah rumah makan Jepang. Kemudian saya bercerita soal low profile, tetapi punya mobil Porsche. Satu teman bertanya, bukan mengomentari cerita saya. "Apa bedanya dengan down to earth?" Maka, suasana di seputar meja makan itu mulai ramai dengan komentar masing-masing.
Setelah makan malam, kami kembali ke rumah masing-masing. Entah di rumah teman-teman saya penasaran atau tidak dengan dua istilah itu, saya tak tahu. Tetapi, saya sangat penasaran. Malam itu juga saya mulai membuka Oxford Dictionary setebal bantal untuk tahu dengan pasti apa arti kedua istilah berbahasa Inggris yang dikeluarkan dengan mudah dari mulut, tetapi ketika ditanyakan apa bedanya, kami bisa langsung membuat kegaduhan seperti kejadian di meja makan itu.
Jadi "buta"
Menurut kamus, high atau low profile berarti "the amount of attention somebody or something has from the public. Sementara down-to-earth atau membumi berarti menunjukkan sifat seseorang yang memutuskan sesuatu dengan fakta dan tidak secara emosional, yang realistis.
Low profile berarti menerima sedikit perhatian dari publik sehingga menjadi tak mencolok mata. Mata kalau tidak dicolok tak akan "buta". Tetapi, yang mencolok mata, artinya yang mendapat perhatian dalam jumlah besar dari publik, sering kali menyilaukan mata sampai seperti dicolok dan bisa jadi "buta" atau rabun. Itu menurut pengalaman saya yang matanya pernah kecolok dan saking butanya malah lupa di dunia ini ada kata membumi dan kesederhanaan.
Dahulu saya senang menjadi high profile, artinya senang mendapat jumlah perhatian yang besar dari publik, tetapi tampilannya kalau bisa sesederhana dan serendah hati mungkin supaya ketinggian hati terlihat jadi agak samar. Seperti cerita teman saya itu. Tanpa mobilnya, ia terlihat di mata orang sangat low profile, tetapi pada saat ia menyetir Porsche-nya di tengah jalan ia mendapat perhatian besar dari publik saat banyak mata melirik ke kendaraan roda empatnya itu yang bukan kendaraan rakyat kebanyakan. Apalagi saat tersendat di lalu lintas yang macet. Jadi, di jalan raya ia tidak low profile lagi.
Menurut otak saya yang biasa-biasa ini, kalau ia benar ingin menerima perhatian sedikit dari publik, mungkin ia tak perlu sampai harus membeli mobil supermahal itu. Saya jadi malu sendiri sempat tersedak pada awal teman saya bercerita tentang teman yang "low profile" ini. Seharusnya saya juga tersedak karena perilaku saya yang pura-pura low profile, tetapi sebenarnya senang menerima jumlah perhatian yang besar dari siapa pun.
Samuel Mulia Penulis Mode dan Gaya Hidup
Low Profile
Oleh : Samuel Mulia
Pada sore hari, saya berbincang-bincang dengan bekas tim kerja saya yang kini hijrah ke sebuah biro iklan. Setelah melepas rindu, kami mulai berbicara di luar konteks kerinduan itu. Di luar konteks maksudnya mulai membicarakan kehidupan orang lain.
Seperti biasa, melihat dan membicarakan orang lain memang paling nikmat. Banyak majalah gaya hidup menyediakan halaman-halaman yang mempertontonkan orang di dalamnya. Bahkan dari cerita yang saya dengar, banyak pembaca menggemari people page itu yang melaporkan kegiatan pesta pora manusia-manusia dalam berbagai macam bentuknya.
Bahkan pembelian majalah meningkat gara-gara tampang seseorang muncul di majalah gaya hidup itu dan kemudian memborong beberapa puluh eksemplar untuk dibagi-bagikan kepada teman, saudara, bapak, ibu, nenek, dan untuk diri sendiri. Bayangkan saja kalau yang membeli lebih dari sepuluh. Tujuannya, hanya satu: memberitahukan "Ini lho gue ada di majalah". Gara-gara manusianya berbahagia karena terpampang di majalah, majalahnya juga bahagia karena pemasukan datang. Hidup sungguh adil!
"Low profile" bermobil Porsche
Maka kami berdua mulai membuka pembicaraan. Dimulai dengan membicarakan upah bulanan pekerja di biro iklan, terutama mereka yang jabatannya berembel-embel direktur.
Percakapan itu sampai juga pada upah seorang direktur artistik yang katanya, menerima upah bulanan yang bisa untuk membeli tiga buah Vespa ET4. Kemudian teman saya melanjutkan ceritanya. "Saya juga punya teman yang gajinya sama besarnya, tetapi ia sangat low profile. Tampangnya biasa banget dan cuma lulusan SMA," kata teman saya itu. Saya sempat berpikir memang tampang yang biasa banget dan hanya lulusan SMA berarti low profile? Tetapi, saya diam saja.
Kemudian teman saya masih melanjutkan ceritanya. "Pokoknya orangnya sangat-sangat low profile, tetapi enggak nyangka lho Mas, nyetirnya Porsche." Saya langsung tersedak. Low profile, tetapi mobilnya Porsche? Sangat menarik ceritanya itu.
Pada hari yang sama, waktu makan malam, saya berkumpul lagi dengan enam teman di sebuah rumah makan Jepang. Kemudian saya bercerita soal low profile, tetapi punya mobil Porsche. Satu teman bertanya, bukan mengomentari cerita saya. "Apa bedanya dengan down to earth?" Maka, suasana di seputar meja makan itu mulai ramai dengan komentar masing-masing.
Setelah makan malam, kami kembali ke rumah masing-masing. Entah di rumah teman-teman saya penasaran atau tidak dengan dua istilah itu, saya tak tahu. Tetapi, saya sangat penasaran. Malam itu juga saya mulai membuka Oxford Dictionary setebal bantal untuk tahu dengan pasti apa arti kedua istilah berbahasa Inggris yang dikeluarkan dengan mudah dari mulut, tetapi ketika ditanyakan apa bedanya, kami bisa langsung membuat kegaduhan seperti kejadian di meja makan itu.
Jadi "buta"
Menurut kamus, high atau low profile berarti "the amount of attention somebody or something has from the public. Sementara down-to-earth atau membumi berarti menunjukkan sifat seseorang yang memutuskan sesuatu dengan fakta dan tidak secara emosional, yang realistis.
Low profile berarti menerima sedikit perhatian dari publik sehingga menjadi tak mencolok mata. Mata kalau tidak dicolok tak akan "buta". Tetapi, yang mencolok mata, artinya yang mendapat perhatian dalam jumlah besar dari publik, sering kali menyilaukan mata sampai seperti dicolok dan bisa jadi "buta" atau rabun. Itu menurut pengalaman saya yang matanya pernah kecolok dan saking butanya malah lupa di dunia ini ada kata membumi dan kesederhanaan.
Dahulu saya senang menjadi high profile, artinya senang mendapat jumlah perhatian yang besar dari publik, tetapi tampilannya kalau bisa sesederhana dan serendah hati mungkin supaya ketinggian hati terlihat jadi agak samar. Seperti cerita teman saya itu. Tanpa mobilnya, ia terlihat di mata orang sangat low profile, tetapi pada saat ia menyetir Porsche-nya di tengah jalan ia mendapat perhatian besar dari publik saat banyak mata melirik ke kendaraan roda empatnya itu yang bukan kendaraan rakyat kebanyakan. Apalagi saat tersendat di lalu lintas yang macet. Jadi, di jalan raya ia tidak low profile lagi.
Menurut otak saya yang biasa-biasa ini, kalau ia benar ingin menerima perhatian sedikit dari publik, mungkin ia tak perlu sampai harus membeli mobil supermahal itu. Saya jadi malu sendiri sempat tersedak pada awal teman saya bercerita tentang teman yang "low profile" ini. Seharusnya saya juga tersedak karena perilaku saya yang pura-pura low profile, tetapi sebenarnya senang menerima jumlah perhatian yang besar dari siapa pun.
Samuel Mulia Penulis Mode dan Gaya Hidup